CONTOH KASUS MANAJEMEN SENI TRADISIONAL
1 Pengantar
Seperti sudah diuraikan di atas, bahwa organisasi-organisasi kesenian di Sumatera Utara memiliki sistem manajemen seni tradisionalnya dengan cara yang khas. Sistem manajemen ini diwarisi dan terkondisi dari keadaan kelompok etnik dan budaya yang ada di kawasan Sumatera Utara. Berikut ini dideskripsikan beberapa organisasi kesenian (terutama seni pertunjukan) yang ada di Sumatera Utara. Organisasi ini dipilih secara acak dan paling tidak penulis pemah menelitinya, atau terlibat di dalamnya.
2 Lembaga Studi Tari Patria
Lembaga Studi Tari Patria disingkat Lestari Patria atau LST Patria, berdiri tanggal 29 Maret 1979 di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pendirinya empat orang, yaitu: Anjang Nurdin Paitan (alm.), Maragusti Harahap (alm.), Muhammad Yuzli Yar, BA, dan Jose Rizal Firdaus.
Untuk operasionalnya, didirikan beberapa Studio. Studio I di Perbaungan, Studio II di Tanjung Morawa, Studio III di Taman Budaya Medan, Studio IV di Lubuk Pakam, Studio V di Pantai Labu, dan Studio VI di Tebing Tinggi.
Tahun 1986 didirikan Kutab Ujana Geri Patria di Tanjung Morawa, Jalan Raya Medan-Tebing Tinggi kilometer 16,8. Di sana diselenggarakan pendidikan dan latihan seni pertunjukan tradisional yang diikuti para pemuda dan diasuh para seniman tradisi yang cukup menguasai bidang seni masing-masing. Di antaranya: Anjang Nurdin Paitan (alm.), seorang pemusik Melayu yang menggeluti ronggeng dan bangsawan; S.B. Zakaria/Pak Ingah (alm.) yang merupakan tokoh zapin dari Bengkel, Perbaungan; Datuk Poncil (alm.) pendekar silat dari Bedagai yang ahli Tari Inai, Ahmad Setia (Ahmad Kidal) seorang pemain akordeon Melayu, Sumardi (alm), pemusik Melayu; Marsius Sitohang pemusik Toba; dan lain-lainnya.
Tahun 1988 didirikan Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI) Patria dengan kepala sekolahnya Dewani Siregar, B.A. SMKI memiliki 3 jurusan, yaitu Jurusan Seni Tari dengan ketua jurusannya Linda Amita, SSn., Jurusan Seni Musik dengan ketua jurusannya Drs. Muhammad Takari, Jurusan Teater dengan ketua Jurusannya Darwis Rifai Harahap. SMKI sempat meluluskan siswanya sebanyak 4 Angkatan yang saat ini bersama-sama dengan alumni pendidikan seni di Kutab Ujana Geri Patria menjadi penggiat dan aktivis Kesenian di Medan, Deli Serdang, dan Sumatera Utara pada umumnya. Bahkan ada yang di Riau, Jakarta, Jawa Barat dan Malaysia.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pemah berkunjung ke Kutab Ujana Geri Patria dan kemudian mengirimkan tenaga teknis keseniannya untuk belajar dan berlatih di Kutab Ujana Geri Patria. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Selatan pemah mengundang para pelatih dari Patria untuk melatih para guru dan pelatih kesenian dari Kabupaten/Kota se Propinsi Sumatera Selatan. Demikian pula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Riau bekerjasama dengan Dewan Kesenian Riau menyelenggarakan pelatihan kesenian yang diikuti oleh peserta dari seluruh Kabupaten dan Kota seluruh Provinsi Riau, dimana pelatih tarinya diundang H. Jose Rizal Firdaus dari Patria. Dirjen Kebudayaan Indonesia yang saat itu dijabat oleh G.P.H. Poeger pemah berkunjung ke Kutab Ujana Geri Patria. Rombongan dari SMKI Padang Panjang dan dari ASKI Padang Panjang, Dr. Sal Murgiyanto darfi Instiutut Kesenian Jakarta.
Beberapa tamu dari luar negeri pemah berkundung ke Kutab Ujana Geri Patria, di antaranya: para mahasiswa dan dosen dari Universiti Malaya dipimpin oleh Profesor Dr. Anis, Rombongan Seniman dari Pulau Pinang Malaysia, Delegasi dari Majelis Perbandaran Kuala Lumpur dan Datuk S.M. Salim, seniman Negara Malaysia.
Tahun 1984 LST Patria tampil di Taman Ismail Marzuki Jakarta atas undangan Dewan Kesenian Jakarta dalam Pekan Penata Tari Muda VI dengan menampilkan karya tari Simpai Geri karya Jose Rizal Firdaus, tahun 1986 menampilkan karya tari Sulalah karya Jose Rizal Firdaus dalam Festival Zapin di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Tahun 1998 diundang mengikuti Festival Zapin Nusantara di Johor Malysia menampilkan karya Zapin menjelang Maghrib karya Jose Rizal Firdaus.
Di tahun berikutnya Jose Rizal Firdaus bersama Eka Firdaus diundang melatih tari di Johor Malaysia atas undangan Yayasan Warisan Johor. Tahun 2000 diundang mengikuti Festival Zapin Singapura yang diselenggarakan oleh Sri Warisan Singapura. Tahun 2002 tampil di Teater Singapura bekerjasama dengan Sri Warisan Singapura dalam acara Root. Tahun 2004 diundang mengikuti Festival Tari Serumpun I di Singapura yang diselenggarakan oleh Majelis Pusat Singapura, yang diikuti dengan Festival Tari Serumpun II tahun 2006.
Di tingkat regional Sumatera, LST Patria ikut serta dalam Pekan Kesenian Sumatera (PKS) I di Pekanbaru (1979), PKS III (1981) di Medan, PKS V (1983) di Lampung, dan PKS VIII di Bengkulu. Tahun 1990 mengikuti Gelanggang Tari Sumatera I di Padang dengan karya tari Zikri berkolaborasi dengan Rizaldi Siagian dari Lembaga Kesenian USU yang menggarap musiknya. Demikian pujla Kemah Seniman Aceh di Banda Aceh. Festival Melayu Asia Pasifik di Tanjung Pinang tahun 1992.
Sebagai salah seorang murid Sauti yang masih hidup saat ini. Jose Rizal Firdaus melalui LST Patria melakukan pendokumentasian dan pemeliharaan terhadap tari Serampang 12 karya Sauti (Alm) dalam upaya pembakuan. Tanggal 29 Juni 2008 Jose Rizal Firdaus diundang sebagai pembicara dalam Simbang Tari di Singapura yang diselenggarakan oleh Sri Warisan Performing Arts Singapura. Tahun depan 29 Maret 2009, LST Patria genap 30 tahun. Apa yang akan diupayakan menyambut usia 30 tahun.
Adapun manajemen yang diterapkan di LST Patria, menurut pengamatan penulis adalah sebagai berikut. (a) Organisasi kesenian ini pada dasamya meletakkan kesenian (musik, tari, dan teater) Melayu Sumatera Timur sebagai asas, namun kesenian lainnya di Sumatera dan Jawa juga menjadi bagian dari kelompok kesenian ini.
(b) Karena dipimpin oleh berbagai kelompok etnik, seperti diurai di atas organisasi LST Patria ini lebih terbuka menerima semua etnik menjadi bagian dalam organisasinya, apalagi identitas Melayu yang terbuka menerima etnik lain menjadi bagian dari kebudayaannya.
(c) Pada praktiknya tujuan utama kelompok seni LST Patria ini adalah menghasilkan seniman sebanyak-banyaknya, yang ditandai dengan banyak studionya, dan mereka mengajar ke mana-mana. Ini mungkin warisan yang mereka terima dari Guru Sauti yang mengajarkan Tari Serampang Dua Belas dan tari Melayu lainnya ke mana-mana, baik dalam lingkup nasional atau intemasional. Sejauh pengamatan penulis kelompok LST Patria inilah yang paling banyak menghasilkan seniman di kawasan Sumatera Utara.
(d) Manajemen lainnya yang khas, LST Patria ini dalam rangka mencetak seniman sebanyak-banyaknya dan menjaga kualitasnya di samping pendidikan informal kursus seperti di studio-studio tersebut di atas, kelompok ini juga mengadakan pendikan formal, yaitu dengan membuka Sekolah Menengah Karawitan Indonesia, yang memiliki tiga jurusan: tari, musik, dan tetar. Namun di tengah perjalanannya sekolah ini tak mampu untuk diteruskan dengan alasan minimnya peminat dan berbagai hambatan sarana dan prasarana.
3 Sri Indra Ratu
Berbicara tentang kelompok kesenian Sri Indra Ratu (SIR) tak dapat dilepaskan dengan peran yang sangat vital pemimpinnya (Almarhumah) Dra. Tengku Sitta Syaritsa. Ia dilahirkan di Kota Perbangan tanggal 12 Februari 1937. Ayah beliau adalah Tengku Mahkota Kesultanan Serdang yang bemama Tengku Rajih Anwar. Ibu beliau bemama Encik Nelly Syafinah. Tengku Sitta Syaritsa adalah anak kelima dari enam bersaudara, yaitu: (1) Tengku Ziwar Sinar, (2) Tengku Roomany, (3) Tengku Athar Sinar, (4) Tengku Nazli, (5) Tengku Sitta Syaritsa, dan (6) Tengku Zahyar.
Kedua orang tuanya adalah seniman terkenal di daerah Serdang dan semasa hidupnya pemah ikut di dalam sebuah sanggar seni di Istana Serdang yang bemama Sri Indian Ratu. Kelompok kesenian ini didirikan oleh kakeknya Raja Serdang, Tuanku Sulaiman Syariful Alamsyah yang memerintah dari tahun 1880 sampai 1946. Sri Indian Ratu merupakan sebuah sanggar seni istana yang beranggotakan keluarga serta keturunan kerajaan. Sanggar ini juga hanya melakukan pertunjukan untuk keluarga istana atau pada saat menghibur tamu-tamu kehormatan kerajaan saja. Sehingga dapat dikategorikan sebagai kelompok royal art (seni istana).
Tengku Sitta Syaritsa lahir dan menjalani masa kecilnya di dalam lingkungan Istana Kesultanan Serdang, sehinga masa kecilnya sempat belajar dan melihat perkembangan Sri Indian Ratu. Inilah yang menyebabkan dia kemudian membentuk grup kesenian yang bemama mirip yaitu Sri Indera Ratu. Ia belajar kesenian dari kedua orang tuanya yang sama-sama seniman. Ia hanya merasakan beberapa tahun saja hidup di istana, karena pada saat terjadi revolusi sosial di Sumatera Timur tahun 1946, Istana Kota Galuh Serdang dibakar habis tak tersisa. Mereka sekeluarga sempat ditawan dan dilarikan ke PematangSiantar. Setelah revolusi sosial merea Tengku Sitta dan keluarganya pindah ke Medna. Di sini ia aktif melakukan senipertunjukan tari dan musik Melayu. Ia juga pemah bergabung dengan Orkes Tropicana pimpinan Tengku Nazli, sebagai penyanyi. Orkes ini mebawakan lagu-lagu Melayu dalam versi irama Latin. Tangal 1 April 1961 ia menikah dengan Tengku Muhammad Daniel Al-Haj putra Tengku Perdana. Tengku Sitta dalam perkawinan ini dikaruniai empat orang anak yang kesemuanya akhimya juga menjadi seniman Melayu.
Tahun 1968 ia membentuk kelompok Sri Indra Ratu, yang membidangi seni tari, musik, dan tetaer makyong dan bangsawan. Mereka mengisi acara kesenian pada Hari Radio 11 September 1968 di RRI Nusantara I Medan. Selepas itu grup kesenian ini terus berkebang mempertunjukkan kesenian Melayu. Di antara pertunjukan yang mereka lakukan adalah pada Pagelaran Kesenain dan Kebudayaan Nasional di Spanyol, Swiss, dan Jerman tahun 1976, Pagelran Kebudayaan Sumatera Utara di Australia tahun 1985, Acara Malam Kesenian Ulang Tahun Garuda Indonesia tahun 1989 di London, Inggris, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Materi tari dan musik yang diproduksi sebagian besar adalah musik dan tari tradisi Melayu Sumatera Utara, ditambah tari garapan baru Melayu. Di antara tarian mereka adalah: Bunga tanjung, Sayang Serawak, Musalmah, Inang Lenggang, Kecak Pinggang, Setawar Sedingin, Dodoi Didodoi, Tampi, Pok Amai-Amai, Duka Dang Puang, Zapin Deli, Sinar Bahagia, Senandung Berbalas, Cindai, dan lain-lain.
Sistem manejemen yang dilakukan dalam kelompok kesenian Sri Indra Ratu adalah: (a) organisasi berbasis keluarga yaitu keluarga kesultanan Deli, walau juga telah melibatkan seniman di luar keluarga. Namun intinya yang berperan utama dalam menggerakkan organisasi seni ini adalah keluarga dan berasaskan kekeluargaan.
(b) Produksi kesenian sebahagian besar adalah seni musik, tari, dan teater Melayu, sebagi ciri khas mereka. Namun sejak tahun 2001 kelompok kesenian ini sudah pula memasukkan tari dan musik dari berbagai etnik Sumatera Utara, Aceh, dan Minangkabau. Ini dilakukan untuk menjangkau keperluan pasar yang emmang membutuhkannya.
(c) Perekrutan anggota atau staffing dilakukan melalui sistem pendidikan informal yaitu kelompok kesenian Sri Indra Ratu mengadakan kursus tari dan musik Melayu, dengan bayaran yang relatif murah, selain itu juga seniman profesional yang telah jadi boleh mendaftar masuk sebagai anggotanya.
(d) Marketing dilakukan dengan cara jemput bola. Kelompok ini memiliki hubungan baik dengan para event organizer seni di luar negeri seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Thailand, Inggris, Afrika Selatan dan lainnya. Di dalam negeri pula, mereka menjalin hubungan dan komunikasi dengan para manajemen seni. Sampai sekarang mereka adalah kelompok kesenian yang aktif berkecimpung untuk keperluan dunia wisata di Sumatera Utara. Mereka menjalin kontrak kerja dengan biro wisata Sumatera Utara, yang melakukan pertunjukan seni wisata di Istana Maimoon dan beberapa hotel di kota Medan.
(f) Honorarium biasanya diberikan setiap habis pertunjukan dengan kisaran antara Rp 100.000 sampai Rp. 200.000 sekali tampil, tergantung besaran proyek dan tingkat senioritasnya. Mereka juga menyisakan uang pendapatan untuk kas, untuk berbagai kepentingan pengembangan Sri Indra Ratu. Demikian sekilas sistem manajemen yang diterapkan oleh kelompok kesenian ini.
4 Grup-grup Musik Keyboard di Sumatera Utara
Sumatera Utara adalah tempat tumbuh subur musik keyboard, yaitu sebuah genre baru, karena penggunaan alat musik keyboard yang dominan. Di Sumatera Utara jenis musik keyboard ini digunakan oleh etnik Karo dan Melayu. Untuk keyboard yang digunakan oleh etnik Karo dengan gaya penyajian utama musik-musik Karo, disebut dengan kibod Karo. Sedangkan untuk jenis keyboard yang digunakan etnik Melayu atau Jawa di Pesisir Timur Sumatera Utara disebut keyboard saja. Jika menyertakan teater cerita Mak Lampir (Misteri Gunung Merapi dari televisi Indosiar) disebut keyboard Mak Lampir. Jika mengutamakan goyangan-goyangan sensual, seperti yang dilakukan Inul Daratista disebut keyboard gesek, dan seterusnya. Pertunjukan keyboard ini boleh dikatakan pada masa sekarang menjadi pilihan paling populer dalam merayakan berbagai pesta oleh masyarakat Sumatera Utara.
Contoh manajemen keyboard di Pesisir Timur Sumatera Utara ini adalah seperti yang diuraikan berikut ini. Di dalam pertunjukan keyboard yang memimpin atau memiliki keyboard ada juga yang sekali gus sebagai pemainnya seperti halnya dengan Nona Musica. Berbeda dengan Monalisa Entertainment di mana pemimpin keyboard tidak sekali gus sebagai pemain, namun hanya menjadikannya sebagai mata pencaharain ataupun sebagi bisnis pertunjukan seni saja.
Seorang yang mempimpin musik keyboard harus mencari pemain keyboard, penyanyi, dan rodes, yaitu orang yang khusus menyiapkan peralatan sound system. Pemimpin tadi yang akan memberitahu kepada pada anggotanya jika ada pertunjukan, serta membayar dan memberikan gaji kepada pemain. Sedangkan jika pemain keyboard sekali gus yang memainkan keyboard maka beliau hanya tinggal mencari para penyanyi dan rodesnya. Pemain sekali gus pemain keyboard tadi akan memberitahukan kapan ada pertunjukan serta membagi honorarium kepada para pemain sesuai dengn bagiannya masing-masing.
Salah satu cara untuk melakukan promosi grup musik keyboard biasanya para biduan tadi akan melakukan dengan cara mengucapkan grup musik keyboard itu pada saat akan bemanyi atupun setelah selesai bemyanyi di atas pentas. Para biduan tadi akan bersikap ramah dan mencoba untuk mengikuti kemauan para penonton yang ada pada saat pertunjukan.
Pada saat ini (2008) untuk sekali pertunjukan musik keyboard lengkap dengan pertunjukan Mak Lampimya sekitar Rp 800.000 sampai Rp 1.000.000. Biaya ini akan berbeda lagi kalau berada di luar kota. Misalnya pertunjukan di Tebing Tinggi, Kisaran, dan Rantauprapat. Baiayanya akan bertambah, terutama biaya transportasi. Biaya tambahan ini tergantung dari kesepakatan antara pihak pemusik keyboard dengan pihak pengundang. Biasanya terjadi negosiasi atau tawar menawar. Adapun honorarium, yang biasan dilakukan adalah sebagai berikut: (a) pemain keyboard Rp 100.000; (b) biduan Rp 70.000 per orang; (c) rhodes Rp 30.000; (d) biaya angkutan peralatan ke lokasi pertunjukan Rp 100.000; (e) pemeran Mak Lampir dan kawan-kawan (biasa tiga sampai empat orang) kesemuanya dibayar Rp 250.000, dan selebihnya kepada pihak keyboard. Ditambah lagi kalau pertunjukan itu minta penambahan waktu dengan setiap penambahan satu jam Rp 50.000. Dengan penambahan lama pertunjukan musik keyboard di luar dari pertunjukan Mak Lampir itu sendiri otomatis jumlah uang yang diterima pemain keyboard dan biduan juga bertambah. Kalau pertunjukan hanya menambah satu jam, maka uang tambahan Rp 50.000 dengan rincian pembagian Rp 30.000 untuk pemain keyboard dan Rp 20.000 untuk biduan.
4 Musik Tiup Batak di Medan
Selain musik keyboard, genre musik yang kini juga sangat populer di kalangan masyarakat Sumatera Utara, terutama etnik Batak Toba, dan Simalungun adalah genre ensambel musik tiup atau brass band. Tempat awal perkembangan ensambel musik tiup (brass band) di Tanah Batak adalah dari Desa Tambunan, Balige, Toba. Di Desa Tambunan komersialisasi ensambel musik tiup dan keikutsertaannya menyemarakkan pesta, biasa atau adat, telah membuat kelompok musik tiup memperoleh honor yang memadai. Masa depan ensambel musik tiup Batak Toba ini kelihatannya cukup menjanjikan, terbukti dariundangan-undangan yang datang dari luar kota di luar provinsi, bahkan sampai ke pulau Jawa.
Situasi ini ditambah lagi dengan keinginan generasi muda yang belum punya pekerjaan yang emmadai untuk bergabung dalam musik tiup, sehingga timbul niat membentuk kelompok-kelompok baru.
Fungsi ensambel musik tiup adalah untuk memeriahkan ulang tahun orang tua, pesta gereja, peresmian-peresmian, saurmatua atau sarimatua, perkawinan, dan mate ponggol. Rata-rata setiap kelompok bermain tiga kali seminggu.
Menyinggung tentang penghasilan mereka, satu kelompok musik tiup apabila diundang dalam satu hari mendapat bayaran Rp 800.000 sampai Rp 1.000.000 sudah termasuk ongkos transportasi. Setiap kali tampil disisihkan 20 persen pendapatan untuk pemilik modal. Para kelompok musik ini biasanya memiliki pemain tetap, karena seringnya mereka tampil. Proses penggunaan pemain “cabutan” hanya terjadi sekali-sekali saja.
5 Grup Musik Pengisi Acara Hiburan di Hotel-hotel
Contohnya grup musik untuk pengisi acara hiburan di hotel-hotel di kota Medan adalah Al-Kanon. Tahun 1991 Yusuf Wibisono bersama grup musik Melayunya dikontrak mengisi acara hiburan di Inna Dharma Deli Hotel yang saat itu personil yang ikut belum tetap yaitu pemain “cabutan.” Di sini ia dan kelompoknya memainkan musik Melayu dua kali dalam seminggu yaitu hari Senin dan Kamis, pukul 14.00 sampai 16.00 WIB. Honor yang diterima adalah Rp 500.000 sebulan.
Pada tahun 1997 beliau membentuk sebuah grup musik Melayu yang bemama Al-Kanon. Menurut pendapatnya kanon adalah salah satu musik dari Persia dan Arab, berupa dulcimer, yang selalu dipergunakan dalam musik-musik Persia dan Arab. Salah seorang pemain kanon (qanun) yang terkenal di Sumatera Utara adalah Ahmad Baqi. Kelompok musik ini terdiri dari 7 personil, yaitu: (1) Yusuf Wibisono sebagai pemain akordion, (2) Elmi sebagai pemain biola, (3) Yetno sebagai pemain gendang ronggeng, (4) Ahmad sebagai pemain keyboard, (5) Rizalsyam sebagai penyanyi, (6) Ani sebagai penyanyi, dan (7) Ima sebagai penyanyi.
Sejak 2002 Grup Al-Kanon dikontrak selam 5 tahun oleh pihak manajemen Hotel Garuda Plaza Hotel. Kemudian tahun 2007 grup ini juga dikontrak oleh pihak manajemen Hotel Danau Toba ntemasional. Menurut Yusuf Wibisono sistem yang dilakukan oleh pihak manajemen hiburan Hotel Danau Toba Intemasional adalah melalui sistem seleksi. Dari beberapa grup musik Melayu, akhimya Al-Kanon yang terpilih. Honor yang diterima adalah per bulannya Rp 2.000.000 yang dibagi kepada tujuh pemainnya.
6 Lembaga Kesenian USU
Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara (LKUSU) adalah salah satu lembaga yang bemaung di bawah Universitas Sumatera Utara. Lembaga-lembaga lainnya ialah Lembaga Penelitian USU, Lembaga Pengabdian pada Masyarakat USU, dan lainnya. Lembaga Kesenian USU didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan keja universitas dalam bidang kesenian, dalam rangka memenuhi permintaan pasar terutama intemasional, yang membawa nama Universitas Sumatera Utara agar lebih populer dan harum.
Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara dibentuk pada tahun 1981 pada masa Rektor Prof. Dr. Ade Putra Parlindungan, S.H. Saat kepemimpinan rektor ini Lembaga Kesenian USU langsung berada di bawah beliau, dibantu oleh para artis dan pengelola yang kesemuanya adalah warga sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, dari berbagai fakultas, namun Jurusan Etnomusikologi mendapat peranan paling penting dalam lembaga ini.
Kemudian pada tahun 1985 Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara diketuai oleh Rizaldi Siagian, M.A., yang memang dikader untuk mengurusi Jurusan Etnomusikologi dan Lembaga Kesenian USU. Pada masa kepemimpinannya Lembaga Kesenian USU mendapat nama yang populer dan apresiasi yang luas dari masyarakat Sumatera Utara sendiri maupun mancanegara. Lembaga Kesenian USU saat itu selalu tampil mempertunjukkan kesenian di Kantor Gubemur, acara-acara lokal dan nasional—bahkan kerap tampil di mancanegara.
Menurut penjelasan Fadlin (wawancara Januari 2008) ia saat itu menjadi ketua bidang paduan suara dan urusan birokrasi ke luar negeri. Ia banyak menimba pengalaman birokrasi dalam rangka membawa tim kesenian ke luar negeri. Selain sivitas akademika USU, pada saat itu masuk pula seniman-seniman tradisi yang dianggap piawai atau empu kesenian di dalam masyarakatnya, seperti Marsius Sitohang, Janter Sagala, Mbaga Ginting, Jasa Tarigan, Dasar Manao, dan lain-lainnya. Lembaga Kesenian USU banyak menggunakan jas dan ekahlian seniman handal dalam kelompok etniknya, walau ia berpendidikan rendah sekali pun. Bahkan di antaranya dipercayakan untuk menjadi dosen di Jurusan Etnomusikologi USU.
Selanjutnya tahun 1993 Rizaldi Siagian, M.A. keluar dari Jurusan Etnomusikologi dan Lembaga Kesenian USU. Pada saat itu rektor USU Prof. Muhammad Yusuf Hanafiah mempercayakan Fadlin untuk mengetuai Lembaga Kesenian USU ini. Berbagai acara kesenian di dalam dan luar negeri diisi oleh Lembaga Kesenian USU. Kerjasama dengan grup-grup kesenian di Sumatera Utara juga dilakukan seperti dengan Lia Grup dan Sinar Budaya Grup dari kelompok kerabat Kesultanan Serdang. Bahkan kerjasama ini menelurkan berbagai genre kesenian garapan baru. Produksi kesenian yang kolosal dilakukan Lembaga Kesenian USU saat itu, adalah ketika membut garapan tari dan musik untuk iringan Musabaqah Tilawatil Qur’an Sumatera Utara 1995, yang diadakan di lapangan sepak bola USU, yang melibatkan 500 seniman. Pertunjukan ini dinilai sangat berhasil olehmasyarakat Medan dan sekitamya saat itu.
Kemudian setelah kepemimpinan USU dipegang olehrektor Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, maka sedikit demi sedikit Lembaga Kesenian USU agak kendur mengadakan pertunjukan. Namun sejak 2006 yang lalu Lembaga Kesenian USU diteruskan kembali dan diketuai oleh Drs. Prikuten Tarigan, M.Si., yang langsung berada di bawah arahan Pembantu Rektor III, yaitu Ibu dr. Linda T. Maas, MPH. Demikian sekilas sejarah berdiri dan berkembangnya Lembaga Kesenian USU.
Manajemen yang dilakukan oleh pihak Universitas Sumatera Utara terhadap Lembaga Kesenian ini adalah pembentukan organisasi melalui Surat Keputusan ektor USU yang dilakukan selama setahun sekali (dahulu empat tahun sekali). Para pengurus dan anggotanya adalah seluruh sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, dengan motor penggerak utama Departemen Etnomusikologi.
Dahulu semasa Rektor A.P. Parlindungan, dana diberikan kepada anggota Lembaga Kesenian USU per bulan juga. Apabila akan bertandang ke luar negeri untuk persembahan, maka jadwal latihan ditingkatkan. Masa Rizaldi Siagian, M.A. honor pertunjukan Lembaga Kesenian USU adalah yang terbesar di Sumatera Utara, dan selalu mengadakan pertunjukan terutama di Gubemuran Sumatera Utara. Perekrutan anggota pemusik dan penari baru dilakuan berdasarkan seleksi dan diumumkan.
Karena bergerak dari lingkungan akademik, maka produksi musik dan tari juga tak lepas dari ciri-ciri akademik, yang serius, rasional, dan intelektual. Kalau musik-musik etnik Sumatera Utara umumnya menggunakan meter-meter sederhana seperti 4/4. 3/4, 2/4, maka garapan musik Lembaga Kesenian USU memasukkan meter 5/8, 7/8, dan 11/8. Musik-musik dan tarian etnik yang kuno dan arkaik dibangkitkan kembali dengan sentuhan kontemporer. Para pemusik dan penari yang menjadi maestro di dalam kebudayaan etniknya diikutsertakan dalam Lembaga Kesenian USU ini. Mereka tampil ke semua belahan dunia ini dengan mempertunjukan kesenian etnik Sumatera Utara dan Sumatera pada umumnya.
7 Pengalaman Sebagai Event Organizer Pesta Gendang Nusantara
Berikut ini sekilas dideskripsikan bagaimana pengalaman penulis yang dipercayakan oleh pemerintah Kerajaan Negeri Melaka, Malaysia, menjadi event organizer, sebuah pertunjukan intemasional Dunia Melayu yang disebut dengan Pesta Gendang Nusantara (PGN). Kegiatan seni pertunjukan ini pertama kali diadakan pada tahin 1995. Kemudian diteruskan kepada PGN Kedua tahun 1997, PGN Ketiga tahun 2000, PGN Keempat tahun 2001, PGN Kelima tahun 2002, PGN Keenam 2003, PGN Ketujuh 2004, PGN Kedelapan 2005, PGN Kesembilan 2006, PGN Kesepuluh 2007, PGN Kesebelas 2008. PGN ini dilaksanakan setahun sekali sejak tahun 2000, bertepatan dengan ulang tahun kota Melaka sebagai Bandaraya Bersejarah, tepatnya tanggal 15 April setiap tahunnya.
Adapun penulis beserta Abangnda Fadlin dan Encik Bob Khalil (Abdullah Khalil bin Hasan) dipercayakan untuk mengelola produksi pertunjukan persembahan perdana (puncak) di malam 15 April, sejak tahun 1995 hingga kini.
Undangan kepada kelompok-kelompok kesenian dilakukan oleh pihak pemerintah kota Melaka. Biasanya dibatasi untuk satu provinsi maksimal 2 kelompok untuk Indonesia. Sedangkan untuk Malaysia satu negara bagian satu kelompok kesenian. Biasanya turut diundang pula kelompok kesenian dari Singapura, Brunai Darussalam, dan Thailand. Begitu pula dengan negara-negara yang memiliki hubungan sejarah dengan Melaka turut diundang, seperti Portugal, China, Uzbekistan, Vietnam, Jepang, dan lainnya.
Adapun setiap kelompok kesenian diundang dengan biaya yang diusahakan sendiri. Sesampainya di Melaka mereka disediakan penginapan di Hotel Garden City, dan makan minum tiga kali sehari di tambah dengan kudapan. Setiap kelompok dibayar sebesar RM 3000. Untuk yang diundang oleh negeri-negeri bagian Malaysia lainnya tentu saja mendapat tambahan.
Adapun produksi pertunjukan malam perdana, kami manajemeni secara intuisi sebagai seniman dan pengelola seniman sekali gus. Pertama-tama yang kami lakukan adalah dengan melihat penampilan para kelompok kesenian yang kami wajibkan pertunjukan (musik dan tari atau musik saja) sekitar lima sampai tujuh menit tarian. Kami minta kalau bisa yang tradisional atau yang memiliki unsur tradisi daerah setempat. Katakanlah peserta ada 25 kelompok, maka jika penampilan rata-rata 6 menit, maka keseluruhannya memakan waktu sekitar 150 menit atau 2 ½ jam. Kemudian manajemen pertunjukan yang kami lakukan biasanya terdiri dari tiga bagian: pembukaan, isi, dan penutup. Untuk pembukaan termasuk pemukulan gong tanda peresmian PGN oleh Tuan Yang Terutama Negeri Melaka, kata sambutan dari Ketua Menteri, dissusul tukar-menukar cendera mata oleh ketua kelompok kesenian. Dilanjutkan ke bagian musik dan tari pembuka, kemudian pertunjukan setiap kelompok. Diakhiri dengan puncak bagian penutup. Biasanya disertai teriakan: “Serentak, seirama, senada, sebudaya,” dan disertai pertunjukan bunga api di sebelah belakang pentas.
Untuk memproduksi pertunjukan perdana ini, biasanya dilakukan latihan selama empat sampai lima kali. Sehari sebelum pertunjukan diadakan raptai (general repetisi). Khusus pemusik sebelum raptai, diadakan check sound. Ini memakan waktu yang biasanya lama. Serta setting tempat. Supaya pertunjukan estetis, maka kelompok yang tampil, berganti-gantian sebelah kiri dan kanan panggung. Demikian sekilas manajemen produksi pertunjukan untuk malam perdana memperingati hari ulang tahun Kota Melaka yang kami lakukan setiap tahunnya.
==============================================================
DATAR PUSTAKA
Adler, Mortimer J. Et al. (eds.). 1983. Encyclopaedia Britannica (Vol. XII). Chicago: Helen Hemingway Benton.
Adshead, Janet. 1988. Dance Analysis: Theoy and Practice. London: Dance Book.
Albert, Lepawsky. 1960. Administration. New York: Alfred A. Knoft.
Aston, Elaine dan George Savona. 1991. Theatre as Sign-System: A Semiotics of Text and Performance. London dan New York: Routledge.
Atmosudirdjo, Prajudi, 1971. Office Management. Jakarta: Untag University Press.
Backus, John. 1977. The Acoustical Foundation of Music. New York: W.W. Norton Company.
Black, James M., 1970. Personnel Management (terj. Winardi). Bandung: Alumni.
Boyce-Martin, Jane. 1977. Personnel management. London: McDonals & Evans.
Colleman, Griffin. 1983. Pakpak Batak Kin Groups and Land Tenure: A Study of Descent Organization and Its Cultural Geology. Canberra: Monash University. Disertasi doktof falsafah.
Denzin, Norman K. Dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Deraman, A. Azis, 2002. Himpunan Kertas Kerja: Isu dan Proses Pembukaan Minda Umat Melayu Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Edwards, Paul et al. (eds.). 1967. The Encyclopedia of Philosophy (vol. 1 dan 2). New York dan London: Collier Macmillan Publisher.
Flippo, Edwin B. 1976. Principles of Personnel Management. Tokyo: McGraw-Hill.
Gillin, J.L. dan J.P. Gillin. 1954. For A Science of Social Man. New Yor: McMillan.
Horton, Paul B. Dan Chester L. Hunt, 1984. Sociology, edisi kelapan. Michigan McGraw-Hill. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, 1993. Sosiologi. Terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hutagaol, Realino, 2006. Pertunjukan Musik Keyboard Mak Lampir di Desa Tualang, Serdang Bedagai, pada Malam Hiburan Acara Adat Perkawinan Jawa. Medan: Skripsi Etnomusikologi FS USU.
Jose Rizal Firdaus, 2007. “Teknik Tari Serampang 12 Karya Guru Sauti.” Makalah pada Seminar Intemasional Tari Serampang Dua Belas di Medan.
Jucius, Michael J., 1962. Personnel Management. Tokyo: Charles E. Tuttle Company.
Koentjaraningrat, 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Koentjaraningrat (ed.), 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Koontz, Harold dan Cryl O’Donnel, 1959. Principles of Management. New York: McGraw-Hill Book Company.
Lomax, Alan P. 1968. Folk Song Style and Culture. Transaction Books New Jersey.
Lorimer, Lawrence T. et al., 1991, Grolier Encyclopedia of Knowledge (volume 1-20). Danburry, Connecticut: Groller Incorporated.
Malinowski, “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Teori Antroplologi I Koentjaraningrat (ed.), (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987).
Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asla, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Merriam, Alan P. (1964), The Anthropology of Music. Chicago Nortwestem University.
Miner, John B. dan Green iner, 1977. Personnel & Industrial Relations: A Management Approach. New York: MacMillan Publishing.
Peirce, Charles S. (1938-1956). The Collected Papers, 8 vols., Charles Hartshome, Paul Weiss, and Arthur W. Burks (eds.). Cambridge: Harvard University Press.
Rastuti, Martavia, 2008. Yusuf Wibisono: Perannya dalam Kebudayaan Musik Melayu di Sumatera Utara. Medan: Skripsi Sarjana Seni Departemen Etnomusikolofi FS USU.
Radcliffe-Brown, A.R., 1952. Structure and Function in Primitive Society. Glencoe: Free Press.
Royce, Anya Paterson, 1980. The Anthropology of Dance. Bloomington dan London: Indiana University Press.
Sadie, Stanley (ed.). 1980. The New Grove Dictionary Music and Musicians. Ann Arbor, New York dan London: Macmillan Publishers Limited.
Shadily, Hassan, 1983. Ensiklopedi Indonesi. Jakarta: Ikhtiar Baru-Vanhoeve.
Sheppard, Mubin, 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. London: Oxford University Press.
S. Nasution, 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars.
Sukama, 1992. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju.
Suriasumantri, Yuyun S. 1983. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor dan Leknas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Terry, George R., 1962. Office Management and Control. Illinois: Richard D. Irwin.
Terry, George R. Dan Leslie W. Rue, 2000. Dasar-Dasar Manajemen (alihbahasa G.A. Ticolu). Jakarta: Bumi Aksara.
The Liang Gie, 1970. Administrasi Perkantoran Modem. Yogyakarta: Pertjetakan Radya Indria.
Tumer, Victor dan Edward M. Bruner (eds.). 1983. The Anthropology of Performance. Urbana dan Chicago: University Illinois.
Tumer, Victor, 1980. From Ritual to Theater: The Human Seriousness of Play. New York: PAJ Publication.
Ulack, Richard (2007). Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica.
Urwick, 1961. The Elements of Administration. London: Sir Isaak Pitman & Sons.
Wan Abdul Kadir, 1988. Budaya Popular dalam Masyarakat Melayu Bandaran, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
White, R. Clyde, 1950. Administration of Public Welfare. New York: American Book Company.